Kerjasama Lawan Korupsi, dengan Keteladanan Guru Kunci Keberhasilan Pendidikan Antikorupsi


Keteladanan guru menjadi tantangan utama agar bisa memberikan pendidikan antikorupsi di sekolah. Hal ini dikarenakan anak didik bisa melihat contoh nyata dari sosol seorang guru.“Jika mengajarkan mata pelajaran lain yang siswa lihat adalah papan tulisnya, namun dalam mengajarkan pendidikan antikorupsi, yang siswa lihat adalah orang yang menulis, maka tantangannya adalah keteladanan.  Murid tidak akan bisa menerima tentang antikorupsi jika gurunya datang telat,” ujar  Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dikyanmas KPK) Giri Suprapdiono, sebagaimana dikutip  dari berita KPK.

Hal tersebut disampaikan  Giri dalam Seminar Nasional Sebuah Upaya membangun Karakter bertajuk “Guru Kreatif Berbagi Nilai – Nilai Antikorupsi”, beberapa waktu lalu

Giri mengingatkan bahwa  terkadang guru lupa mengajarkan soft kompetensi, dan lebih berfokus pada nilai. Menurutnya, yang mempengaruhi kesuksesan adalah perilaku jujur dan disiplin dari orang tersebut, sedangkan nilai berada di urutan ke 30.


Komitmen

Ditambahkan oleh Giri, komitmen pendidikan antikorupsi telah ditandatangani pada 2018, oleh 4 (empat) kementerian.  Yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan  Kementerian Dalam Negeri. 

Komitmen  bersama KPK dalam rangka  membangun budaya antikorupsi tersebut, telah melahirkan peraturan yang mewajibkan masuknya pendidikan antikorupsi di semua jejang. Hal ini diperkuat dengan adanya 242 peraturan kepala daerah, diantaranya 13 Peraturan Gubernur, 46 Peraturan Walikota dan 183 Peraturan Bupati,” imbuhnya. 

Dengan lahirnya 242 peraturan kepala daerah pada 2020 tersebut, tambahnya, sudah ada 93.862 sekolah yang mengimplementasikan pendidikan antikorupsi dengan rincian. Yaitu  SD (98.862), SMP (28.376), SMA/K (19.042) dan Madrasah dari tingkat MI (Madrasah Ibtidaiyah) sampai MA (Madrasah Aliyah) mencapai 82.418. “Pendidikan antikorupsi bukan sekedar yang sifatnya tambahan saja, namun menjadi kewajiban regulasi yang sudah diatur dari tahun 2019,” ungkapnya.


Akar Korupsi 

Sementara dalam kesempatan lain, ketua KPK Firli Bahuri mengingatkan bahwa  akar korupsi  berawal dari minimnya integritas. Ia mengutip pernyataan seorang sejarawan moralis Inggris, John Emerich Edward Dalberg Acton atau Lord Acton "Power tend to corrupt, absolute power corrupt absolutely." 

Ia menegaskan bahwa seseorang melakukan korupsi karena kurang memiliki integritas. Menurutnya,  rumus korupsi = kekuasaan + kesempatan - integritas. Sistem yang lemah, juga memberikan celah bagi perilaku korupsi. Bukan karena serakah, adanya kesempatan, atau bahkan persoalan kebutuhan belaka. Namun sistem yang lemah, buruk ataupun gagal, justru membuka celah korupsi,“ tegas Firli.

Firli mengingatkan bahwa  yang terpenting adalah menguatkan akar integritas di dalam diri setiap individu. Mencapai tujuan negara tidak dititipkan ke orang per orang, ke kelompok, namun  ke semua anak bangsa.(ni)

eratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) semakin terbuka kerjasama bagi Indonesia dengan negara lain untuk memerangi korupsi. Saat ini UNCAC dipandang sebagai platform kerjasama internasional yang sangat penting. Demikian disampaikan Direktur Pengelolaan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko, dalam suatu diskusi daring.  

Dilansir dari berita KPK,  Sujanarko menegaskan bahwa  karena Indonesia aktif melaksanakan UNCAC, beberapa kasus yang ditangani KPK banyak dibantu oleh negara lain. Salah satu contoh kasus besar adalah kasus e-KTP, juga kasus korupsi pembelian mesin pesawat pada PT Garuda Indonesia.“UNCAC menjadi platform seluruh kerjasama multilateral. Seperti OECD, G20, APEC atau kesepakatan multilateral lainnya. Jika satu negara tidak concern ke UNCAC, maka akan menjadi masalah bagi mereka dalam kerjasama multilateral dan bilateral,” jelasnya.

Menurutnya, UNCAC telah merubah paradigma dunia dalam memandang kejahatan korupsi. Sebelum UNCAC berdiri, korupsi masih dianggap sebagai kejahatan domestik sehingga penanganannya terhadap kejahatan korupsipun menggunakan cara-cara di level domestik. Sementara setelah UNCAC, dianggap sebagai extraordinary crime, karena memiliki 2 karakteristik, yaitu sindikasi dan transnational organize crime.

Sebelumnya, imbuhnya,  ada kendala mendasar internasional yang sangat menghambat dalam pemberantasan korupsi di suatu negara. Yaitu terkait dengan dual criminality, yuridiksi kejadian pidana dan nationality. Setelah negara-negara meratifikasi UNCAC, kerjasama internasional bisa dilakukan dengan lebih luas.

Ia menambahkan bahwa berubahnya paradigma dunia mengenai korupsi,  juga merubah pandangan negara-negara dalam melakukan investasi. “Korupsi sekarang menjadi faktor pertimbangan ke tiga setiap negara dalam melakukan investasi setelah faktor stabilitas politik keamanan dan infrastruktur,” ujarnya.

Sejak awal, Indonesia sudah menjadi negara paling agresif dalam implementasi UNCAC. Hal ini terbukti dengan masuknya Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang direview pada 2010 dan juga negara yang kembali ikut direview pada 2016.(ind)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sukaton Purtomo Priyatmo, SH, MM, Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang Guru Harus Sejahtera

Tomat Hitam Kaya Manfaat

SMK Negeri H. Moenadi Ungaran Berkomitmen “Sekolah Mbangun Desa”