Kenali Bangsa Lewat Bahasa


Hari Bahasa Ibu Internasional berasal dari pengakuan internasional terhadap Hari Gerakan Bahasa yang dirayakan di Bangladesh. Resolusi bahasa internasional ini disarankan oleh Rafiqul Islam, seorang Bangli yang tinggal di Vancouver, Kanada. Ia menulis surat kepada Kofi Annan pada tanggal 9 Januari 1998, memintanya mengambil langkah untuk menyelamatkan bahasa dunia dari kepunahan dengan mendeklarasikan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). 

Akhirnya pada 17 Nopember 1999, UNESCO menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. Majelis Umum PBB meminta negara-negara anggotanya untuk mempromosikan semua bahasa yang digunakan oleh orang-orang di dunia pada tanggal 16 Mei 2009. 

Pengertian dan Sejarah

Bahasa adalah pemersatu bangsa. Tanpa mempelajari bahasa sendiri, orang tidak akan mengenal bangsanya sendiri. Bahasa Ibu (native language) adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak. Dimanapun anak lahir, ia akan memperoleh  bahasa pertamanya, yakni  bahasa Ibu (bahasa daerah), bukan bahasa nasional atau internasional. 

Dikutip dari situs Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), peringatan Hari Bahasa Internasional ini berawal dari tragedi berdarah rakyat Bangladesh dalam memperjuangkan bahasa ibu mereka. 

India, Pakistan, dan Bangladesh adalah negara yang pernah dijajah oleh Inggris. Setelah India merdeka pada 1947, Pakistan membentuk negara sendiri. Pakistan terbelah menjadi dua, Bengal Barat (Pakistan) dan Bengal Timur yang kelak menjadi Bangladesh. Keduanya sangat berbeda dalam budaya dan bahasa. Pada 1948, pemerintah Pakistan menetapkan Urdu sebagai satu-satunya bahasa resmi Pakistan. Padahal, Bengal adalah bahasa yang lebih umum digunakan, khususnya di Bengal Timur. Kebijakan itu menuai protes dari rakyat Bengal Timur. Mereka ingin bahasa ibu mereka, Bengal, dijadikan salah satu bahasa nasional di samping bahasa Urdu. 

Sayangnya, protes ini dibalas dengan tekanan pemerintah Pakistan. Pemerintah melarang rakyatnya berkumpul dan berunjuk rasa. Larangan ini semakin memicu amarah rakyat. Mahasiswa dan rakyat sipil menggelar unjuk rasa besar-besaran. Pada 21 Februari 1952, polisi menembaki para demonstran. Abul Barkat, Abdul Jabbar, Sofiur Rahman, dan Abdus Salam gugur sebagai korban. 

Upaya mereka baru membuahkan hasil setahun kemudian. Pada 1956, pemerintah akhirnya mengakui bahasa Bengal. Sejak tahun 1955, Bengal Timur merayakan Hari Peringatan Bahasa untuk mengenang tragedi itu. Setelah konflik berkepanjangan, Bangladesh pun memerdekakan dirinya dari Pakistan pada 26 Maret 1971 lewat Perang Kemerdekaan Bangladesh. Monumen "Shahid Minar" didirikan untuk menghormati para pejuang bahasa Bengal. (dok: BPPB)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sukaton Purtomo Priyatmo, SH, MM, Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang Guru Harus Sejahtera

Tomat Hitam Kaya Manfaat

SMK Negeri H. Moenadi Ungaran Berkomitmen “Sekolah Mbangun Desa”